GOES CIREMAI 2016

GOES CIREMAI 2016

Kamis, 08 Maret 2012

Tim Peneliti AS Berhasil Membuat Sel Telur Baru Manusia dari Sel Induk





Peneliti AS di Rumah Sakit Umum Massachusetts, Jonathan Tilly berhasil mengembangkan pembuatan telur baru manusia dari sel-sel induk (foto: ilustrasi).

Sebuah terobosan ilmiah yang memberikan harapan baru bagi para perempuan yang selama ini sulit mengalami kehamilan.

Selama setengah abad atau lebih, perempuan dianggap dilahirkan dengan sejumlah telur yang tidak bisa ditambah lagi.
Hal itu dianggap benar pada semua mamalia sampai tahun 2004, ketika peneliti Rumah Sakit Umum Massachusetts Jonathan Tilly mendapati, tikus betina dewasa mampu menghasilkan telur baru. Kini, Tilly memperluas penelitiannya ke manusia.
Ia mengatakan, "Kami mengisolasi sel-sel induk perempuan yang menghasilkan telur pada laki-laki sel-sel induk itu membuat sperma. Jadi, setelah sel-sel itu diisolasi, ada banyak peluang yang sebelumnya tidak bisa kita bayangkan."
Tilly dan koleganya mengambil indung telur manusia dan mengambil sel-selnya, dengan mengambil protein tertentu di permukaan, dan melakukan uji laboratorium untuk memastikan mereka mendapat sel-sel yang tepat.
"Setelah sel-sel diisolasi, kita bisa menempatkan sel-sel itu dalam kultur di luar tubuh. Kami bisa mulai mungkin dengan 100 sel. Setelah beberapa bulan, kami mengambil ke-100 sel itu dan membuat ratusan ribu sel. Yang menarik, sel-sel ini secara spontan menghasilkan telur yang belum matang, dengan sendirinya, dalam kultur ini," paparnya.
Untuk lebih mengukuhkan kemampuan sel-sel serupa sel induk ini memproduksi telur, peneliti menempatkan beberapa sel ke dalam jaringan indung telur manusia, yang kemudian mereka tanam dibawah kulit tikus laboratorium.
"Ketika melakukan penelitian-penelitian itu, kami dapati, sel-sel manusia ini, begitu ditempatkan lagi di lingkungan darimana mereka diambil, segera memproduksi sel-sel telur baru manusia," paparnya lagi.
Tilly mengatakan menumbuhkan telur di laboratorium bisa memperbaiki kemungkinan perempuan untuk mendapat anak lewat permanian buatan atau fertilisasi in vitro - di mana telur seorang perempuan dibuahi di luar lalu dikembalikan ke rahimnya untuk berkembang. Tetapi, ia mengatakan, penelitiannya juga bisa mengarah pada perawatan kesuburan untuk meningkatkan kemungkinan kehamilan.
"Kita juga bisa menarget sel-sel ini dalam indung telur dengan menambahkan hormon yang cocok dengan sel-sel ini, dan karenanya meningkatkan kegiatan mereka dan mungkin menambah cadangan sel telur dalam indung telur," ujarnya.
Penelitian Tilly pada masa lalu dengan menggunakan tikus disambut skeptis, dan pakar-pakar independen juga berhati-hati tentang penelitian ini. Seperti sering terjadi, bukti nyata mungkin datang ketika peneliti lain mencoba meniru eksperimen itu untuk mendapat hasil yang sama.
Penelitian Jonathan Tilly mengenai pembuatan telur baru manusia dari sel-sel induk, diterbitkan dalam situs internet jurnal Nature Medicine.
http://www.voanews.com/indonesian/news/Tim-Peneliti-Amerika-Berhasil--141757013.html

===JUJURLAH PADA DIRI SENDIRI DAN ORANG LAIN!!!===

Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili

Suatu ketika saat berkelana beliau berkata dalam hati, “Ya Allah, kapankah aku bisa menjadi hamba-Mu yang bersyukur?” Kemudian terdengarlah suara, “Kalau kamu sudah mengerti dan merasa bahwa yang diberi nikmat hanya kamu saja” Beliau berkata lagi, “Bagaimana saya bisa begitu, padahal Engkau sudah memberi nikmat kepada para Nabi, Ulama dan Raja?” Kemudian terdengar suara lagi, “Jika tidak ada Nabi, kamu tidak akan mendapat petunjuk, jika tidak ada Ulama kamu tidak akan bisa ikut bagaimana caranya beribadah, jika tidak ada Raja kamu tidak akan merasa aman. Itu semua adalah nikmat dari-Ku yang kuberikan hanya untukmu”.
Syadziliyah adalah nama suatu desa di benua Afrika yang merupakan nisbat nama Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a. Beliau pernah bermukim di Iskandar sekitar tahun 656 H. Beliau wafat dalam perjalanan haji dan dimakamkan di padang Idzaab Mesir. Sebuah padang pasir yang tadinya airnya asin menjadi tawar sebab keramat Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a.
Beliau belajar ilmu thariqah dan hakikat setelah matang dalam ilmu fiqihnya. Bahkan beliau tak pernah terkalahkan setiap berdebat dengan ulama-ulama ahli fiqih pada masa itu. Dalam mempelajari ilmu hakikat, beliau berguru kepada wali quthub yang agung dan masyhur yaitu Syekh Abdus Salam Ibnu Masyisy, dan akhirnya beliau yang meneruskan quthbiyahnya dan menjadi Imam Al-Auliya’.
Peninggalan ampuh sampai sekarang yang sering diamalkan oleh umat Islam adalah Hizb Nashr dan Hizb Bahr, di samping Thariqah Syadziliyah yang banyak sekali pengikutnya. Hizb Bahr merupakan Hizb yang diterima langsung dari Rasulullah saw. yang dibacakan langsung satu persatu hurufnya oleh beliau saw.
Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a. pernah ber-riadhah selama 80 hari tidak makan, dengan disertai dzikir dan membaca shalawat yang tidak pernah berhenti. Pada saat itu beliau merasa tujuannya untuk wushul (sampai) kepada Allah swt. telah tercapai. Kemudian datanglah seorang perempuan yang keluar dari gua dengan wajah yang sangat menawan dan bercahaya. Dia menghampiri beliau dan berkata, ”Sunguh sangat sial, lapar selama 80 hari saja sudah merasa berhasil, sedangkan aku sudah enam bulan lamanya belum pernah merasakan makanan sedikitpun”.
Suatu ketika saat berkelana, beliau berkata dalam hati, “Ya Allah, kapankah aku bisa menjadi hamba-Mu yang bersyukur?”. Kemudian terdengarlah suara, “Kalau kamu sudah mengerti dan merasa bahwa yang diberi nikmat hanya kamu saja”. Beliau berkata lagi, “Bagaimana saya bisa begitu, padahal Engkau sudah memberi nikmat kepada para Nabi, Ulama dan Raja?”. Kemudian terdengarlah suara lagi, “Jika tidak ada Nabi, kamu tidak akan mendapat petunjuk, jika tidak ada Ulama kamu tidak akan bisa ikut bagaimana caranya beribadah, jika tidak ada Raja kamu tidak akan merasa aman. Itu semua adalah nikmat dari-Ku yang kuberikan hanya untukmu”.
Beliau pernah khalwat (menyendiri) dalam sebuah gua agar bisa wushul (sampai) kepada Allah swt. Lalu beliau berkata dalam hatinya, bahwa besok hatinya akan terbuka. Kemudian seorang waliyullah mendatangi beliau dan berkata, “Bagaimana mungkin orang yang berkata besok hatinya akan terbuka bisa menjadi wali. Aduh hai badan, kenapa kamu beribadah bukan karena Allah (hanya ingin menuruti nafsu menjadi wali)”. Setelah itu beliau sadar dan faham dari mana datangnya orang tadi. Segera saja beliau bertaubat dan minta ampun kepada Allah swt. Tidak lama kemudian hati Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a. sudah di buka oleh Allah swt. Demikian di antara bidayah (permulaaan) Syekh Abul Hasan As-Syadzili.
Beliau pernah dimintai penjelasan tentang siapa saja yang menjadi gurunya? Sabdanya, “Guruku adalah Syekh Abdus Salam Ibnu Masyisy, akan tetapi sekarang aku sudah menyelami dan minum sepuluh lautan ilmu. Lima dari bumi yaitu dari Rasululah saw, Abu Bakar r.a, Umar bin Khattab r.a, Ustman bin ‘Affan r.a dan Ali bin Abi Thalib r.a, dan lima dari langit yaitu dari malaikat Jibril, Mika’il, Isrofil, Izro’il dan ruh yang agung.
Beliau pernah berkata, “Aku diberi tahu catatan muridku dan muridnya muridku, semua sampai hari kiamat, yang lebarnya sejauh mata memandang, semua itu mereka bebas dari neraka. Jikalau lisanku tak terkendalikan oleh syariat, aku pasti bisa memberi tahu tentang kejadian apa saja yang akan terjadi besok sampai hari kiamat”.
Syekh Abu Abdillah Asy-Syathibi berkata, “Aku setiap malam banyak membaca Radiya Allahu ‘An Asy-Syekh Abil Hasan dan dengan ini aku berwasilah meminta kepada Allah swt apa yang menjadi hajatku, maka terkabulkanlah apa saja permintaanku”. Lalu aku bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad saw. dan aku bertanya, “Ya Rasulallah, kalau seusai shalat lalu berwasilah membaca Radiya Allahu ‘An Asy-Syekh Abil Hasan dan aku meminta apa saja kepada Allah swty. apa yang menjadi kebutuhanku lalu dikabulkan, seperti hal tersebut apakah diperbolehkan atau tidak?”. Lalu Nabi saw. Menjawab, “Abul Hasan itu anakku lahir batin, anak itu bagian yang tak terpisahkan dari orang tuanya, maka barang siapa bertawashul kepada Abul Hasan, maka berarti dia sama saja bertawashul kepadaku”.
Pada suatu hari dalam sebuah pengajian Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a. menerangkan tentang zuhud, dan di dalam majelis terdapat seorang faqir yang berpakaian seadanya, sedang waktu itu Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili berpakaian serba bagus. Lalu dalam hati orang faqir tadi berkata, “Bagaimana mungkin Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili r.a. berbicara tentang zuhud sedang beliau sendiri pakaiannya bagus-bagus. Yang bisa dikatakan lebih zuhud adalah aku karena pakaianku jelek-jelek”. Kemudian Syekh Abul Hasan menoleh kepada orang itu dan berkata, “Pakaianmu yang seperti itu adalah pakaian yang mengundang senang dunia karena dengan pakaian itu kamu merasa dipandang orang sebagai orang zuhud. Kalau pakaianku ini mengundang orang menamakanku orang kaya dan orang tidak menganggap aku sebagai orang zuhud, karena zuhud itu adalah makam dan kedudukan yang tinggi”. Orang fakir tadi lalu berdiri dan berkata, “Demi Allah, memang hatiku berkata aku adalah orang yang zuhud. Aku sekarang minta ampun kepada Allah dan bertaubat”.
Di antara Ungkapan Mutiara Syekh Abul Hasan Asy-Syadili:
1. Tidak ada dosa yang lebih besar dari dua perkara ini : pertama, senang dunia dan memilih dunia mengalahkan akherat. Kedua, ridha menetapi kebodohan tidak mau meningkatkan ilmunya.
2. Sebab-sebab sempit dan susah fikiran itu ada tiga : pertama, karena berbuat dosa dan untuk mengatasinya dengan bertaubat dan beristiqhfar. Kedua, karena kehilangan dunia, maka kembalikanlah kepada Allah swt. sadarlah bahwa itu bukan kepunyaanmu dan hanya titipan dan akan ditarik kembali oleh Allah swt. Ketiga, disakiti orang lain, kalau karena dianiaya oleh orang lain maka bersabarlah dan sadarlah bahwa semua itu yang membikin Allah swt. untuk mengujimu.
Kalau Allah swt. belum memberi tahu apa sebabnya sempit atau susah, maka tenanglah mengikuti jalannya taqdir ilahi. Memang masih berada di bawah awan yang sedang melintas berjalan (awan itu berguna dan lama-lama akan hilang dengan sendirinya). Ada satu perkara yang barang siapa bisa menjalankan akan bisa menjadi pemimpin yaitu berpaling dari dunia dan bertahan diri dari perbuatan dhalimnya ahli dunia. Setiap keramat (kemuliaan) yang tidak bersamaan dengan ridha Allah swt. dan tidak bersamaan dengan senang kepada Allah dan senangnya Allah, maka orang tersebut terbujuk syetan dan menjadi orang yang rusak. Keramat itu tidak diberikan kepada orang yang mencarinya dan menuruti keinginan nafsunya dan tidak pula diberikan kepada orang yang badannya digunakan untuk mencari keramat. Yang diberi keramat hanya orang yang tidak merasa diri dan amalnya, akan tetapi dia selalu tersibukkan dengan pekerjaan-pekerjaan yang disenangi Allah dan merasa mendapat anugerah (fadhal) dari Allah semata, tidak menaruh harapan dari kebiasaan diri dan amalnya.
Di antara keramatnya para Shidiqin ialah :
1. Selalu taat dan ingat pada Allah swt. secara istiqamah (kontineu).
2. Zuhud (meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi).
3. Bisa menjalankan perkara yang luar bisa, seperti melipat bumi, berjalan di atas air dan sebagainya.
Diantara keramatnya Wali Qutub ialah :
1. Mampu memberi bantuan berupa rahmat dan pemeliharaan yang khusus dari Allah swt.
2. Mampu menggantikan Wali Qutub yang lain.
3. Mampu membantu malaikat memikul Arsy.
4. Hatinya terbuka dari haqiqat dzatnya Allah swt. dengan disertai sifat-sifat-Nya.
Kamu jangan menunda ta’at di satu waktu, pada waktu yang lain, agar kamu tidak tersiksa dengan habisnya waktu untuk berta’at (tidak bisa menjalankan) sebagai balasan yang kamu sia-siakan. Karena setiap waktu itu ada jatah ta’at pengabdian tersendiri. Kamu jangan menyebarkan ilmu yang bertujuan agar manusia membetulkanmu dan menganggap baik kepadamu, akan tetapi sebarkanlah ilmu dengan tujuan agar Allah swt. membenarkanmu. Radiya allahu ‘anhu wa ‘aada ‘alaina min barakatihi wa anwarihi wa asrorihi wa ‘uluumihi wa ahlakihi, Allahumma Amiin. (Al-Mihrab).

HUKUMAN PELAKU ZINA







Hadits No. 1233

Dari Abu Hurairah dan Zaid Ibnu Kholid al-Juhany bahwa ada seorang Arab Badui menemui Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan berkata: Wahai Rasulullah, dengan nama Allah aku hanya ingin baginda memberi keputusan kepadaku dengan Kitabullah. Temannya berkata -dan ia lebih pandai daripada orang Badui itu-: Benar, berilah keputusan di antara kami dengan Kitabullah dan izinkanlah aku (untuk menceritakan masalah kami). Beliau bersabda: "Katakanlah." Ia berkata: Anakku menjadi buruh orang ini, lalu ia berzina dengan istrinya. Ada orang yang memberitahukan kepadaku bahwa ia harus dirajam, namun aku menebusnya dengan seratus ekor domba dan seorang budak wanita. Lalu aku bertanya kepada orang-orang alim dan mereka memberitahukan kepadaku bahwa puteraku harus dicambuk seratus kali dan diasingkan setahun, sedang istri orang ini harus dirajam. Maka Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Demi Tuhan yang jiwaku ada di tangan-Nya, aku benar-benar akan memutuskan antara engkau berdua dengan Kitabullah. Budak wanita dan domba kembali kepadamu dan anakmu dihukum cambuk seratus kali dan diasingkan selama setahun. Berangkatlah, wahai Anas, menemui istri orang ini. Bila ia mengaku, rajamlah ia." Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Muslim.
َعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه وَزَيْدِ بْنِ خَالِدٍ اَلْجُهَنِيِّ رَضِيَ اَللَّهُ عنهما ( أَنَّ رَجُلًا مِنَ اَلْأَعْرَابِ أَتَى رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ! أَنْشُدُكَ بِاَللَّهِ إِلَّا قَضَيْتَ لِي بِكِتَابِ اَللَّهِ, فَقَالَ اَلْآخَرُ - وَهُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ - نَعَمْ فَاقَضِ بَيْنَنَا بِكِتَابِ اَللَّهِ, وَأْذَنْ لِي, فَقَالَ: قُلْ قَالَ: إنَّ اِبْنِي كَانَ عَسِيفًا عَلَى هَذَا فَزَنَى بِاِمْرَأَتِهِ, وَإِنِّي أُخْبِرْتُ أَنْ عَلَى اِبْنِي اَلرَّجْمَ, فَافْتَدَيْتُ مِنْهُ بِمَائَةِ شَاةٍ وَوَلِيدَةٍ, فَسَأَلَتُ أَهْلَ اَلْعِلْمِ, فَأَخْبَرُونِي: أَنَّمَا عَلَى اِبْنِيْ جَلْدُ مَائَةٍ وَتَغْرِيبُ عَامٍ, وَأَنَّ عَلَى اِمْرَأَةِ هَذَا اَلرَّجْمَ, فَقَالَ رَسُولُ ا للَّهِ صلى الله عليه وسلم وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ, لَأَقْضِيَنَّ بَيْنَكُمَا بِكِتَابِ اَللَّهِ, اَلْوَلِيدَةُ وَالْغَنَمُ رَدٌّ عَلَيْكَ, وَعَلَى اِبْنِكَ جَلْدُ مِائَةٍ وَتَغْرِيبُ عَامٍ, وَاغْدُ يَا أُنَيْسُ إِلَى اِمْرَأَةِ هَذَا, فَإِنْ اِعْتَرَفَتْ فَارْجُمْهَا ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, هَذَا وَاللَّفْظُ لِمُسْلِم


َوَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: ( أَتَى رَجُلٌ مِنْ اَلْمُسْلِمِينَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم -وَهُوَ فِي اَلْمَسْجِدِ- فَنَادَاهُ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ! إِنِّي زَنَيْتُ, فَأَعْرَضَ عَنْهُ, فَتَنَحَّى تِلْقَاءَ وَجْهِهِ, فَقَالَ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ! إِنِّي زَنَيْتُ, فَأَعْرَضَ عَنْهُ, حَتَّى ثَنَّى ذَلِكَ عَلَيْهِ أَرْبَعَ مَرَّاتٍ, فَلَمَّا شَهِدَ عَلَى. نَفْسِهِ أَرْبَعَ شَهَادَاتٍ. دَعَاهُ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ أَبِكَ جُنُونٌ? قَالَ لَا قَالَ: فَهَلْ أَحْصَنْتَ? قَالَ: نَعَمْ فَقَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم اِذْهَبُوا بِهِ فَارْجُمُوهُ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْه



Dari Umar Ibnu al-Khaththab Radliyallaahu 'anhu bahwa ia berkhutbah sembari berkata: Sesungguhnya Allah mengutus Muhammad dengan (membawa) kebenaran dan menurunkan Kitab kepadanya. Di antara yang Allah turunkan kepadanya adalah ayat tentang rajam. Kita membacanya, menyadarinya, dan memahaminya. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melakukan rajam dan kita pun setelah itu melakukannya. Aku khawatir jika masa yang panjang telah terlewati manusia ada orang yang akan berkata: Kami tidak menemukan hukum rajam dalam Kitab Allah. Lalu mereka sesat dengan meninggalkan suatu kewajiban yang diturunkan Allah. Dan sesungguhnya tajam itu benar-benar ada dalam Kitab Allah, yang ditimpakan pada orang yang berzina jika ia telah kawin, baik laki-laki maupun perempuan, terdapat bukti, atau hamil, atau dengan pengakuan. Muttafaq Alaihi.



َوَعَنْ عُمَرَ بْنِ اَلْخَطَّابِ رضي الله عنه ( أَنَّهُ خَطَبَ فَقَالَ: إِنَّ اَللَّهَ بَعَثَ مُحَمَّدًا بِالْحَقِّ, وَأَنْزَلَ عَلَيْهِ اَلْكِتَابَ, فَكَانَ فِيمَا أَنْزَلَ اَللَّهُ عَلَيْهِ آيَةُ اَلرَّجْمِ. قَرَأْنَاهَا وَوَعَيْنَاهَا وَعَقَلْنَاهَا, فَرَجَمَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَرَجَمْنَا بَعْدَهُ, فَأَخْشَى إِنْ طَالَ بِالنَّاسِ زَمَانٌ أَنْ يَقُولَ قَائِلٌ: مَا نَجِدُ اَلرَّجْمَ فِي كِتَابِ اَللَّهِ, فَيَضِلُّوا بِتَرْكِ فَرِيضَةٍ أَنْزَلَهَا اَللَّهُ, وَإِنَّ اَلرَّجْمَ حَقٌّ فِي كِتَابِ اَللَّهِ عَلَى مَنْ زَنَى, إِذَا أُحْصِنَ مِنْ اَلرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ, إِذَا قَامَتْ اَلْبَيِّنَةُ, أَوْ كَانَ اَلْحَبَلُ, أَوْ اَلِاعْتِرَافُ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ 


































































َوَعَنْ عِمْرَانَ بْنِ حَصِينٍ رضي الله عنه ( أَنَّ اِمْرَأَةً مِنْ جُهَيْنَةَ أَتَتْ نَبِيَّ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم -وَهِيَ حُبْلَى مِنْ اَلزِّنَا-فَقَالَتْ: يَا نَبِيَّ اَللَّهِ! أَصَبْتُ حَدًّا, فَأَقِمْهُ عَلَيَّ, فَدَعَا نَبِيُّ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَلِيَّهَا. فَقَالَ: أَحْسِنْ إِلَيْهَا فَإِذَا وَضَعَتْ فَائْتِنِي بِهَا فَفَعَلَ فَأَمَرَ بِهَا فَشُكَّتْ عَلَيْهَا ثِيَابُهَا, ثُمَّ أَمَرَ بِهَا فَرُجِمَتْ, ثُمَّ صَلَّى عَلَيْهَا, فَقَالَ عُمَرُ: أَتُصَلِّي عَلَيْهَا يَا نَبِيَّ اَللَّهِ وَقَدْ زَنَتْ? فَقَالَ: لَقَدْ تَابَتْ تَوْبَةً لَوْ قُسِّمَتْ بَيْنَ سَبْعِينَ مِنْ أَهْلِ اَلْمَدِينَةِ لَوَسِعَتْهُمْ, وَهَلْ وَجَدَتْ أَفَضَلَ مِنْ أَنْ جَادَتْ بِنَفْسِهَا لِلَّهِ? ) رَوَاهُ مُسْلِمٌ 


































































َوَعَنْ سَعِيدِ بْنِ سَعْدِ بْنِ عِبَادَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: ( كَانَ بَيْنَ أَبْيَاتِنَا رُوَيْجِلٌ ضَعِيفٌ, فَخَبَثَ بِأَمَةٍ مِنْ إِمَائِهِمْ, فَذَكَرَ ذَلِكَ سَعْدٌ لِرَسُولِ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: اِضْرِبُوهُ حَدَّهُ فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اَللَّهِ! إِنَّهُ أَضْعَفُ مِنْ ذَلِكَ, فَقَالَ: "خُذُوا عِثْكَالًا فِيهِ مِائَةُ شِمْرَاخٍ, ثُمَّ اِضْرِبُوهُ بِهِ ضَرْبَةً وَاحِدَةً فَفَعَلُوا ) رَوَاهُ أَحْمَدُ, وَالنَّسَائِيُّ, وَابْنُ مَاجَهْ, وَإِسْنَادُهُ حَسَنٌ لَكِنْ اخْتُلِفَ فِي وَصْلِهِ وَإِرْسَالِهِ



























































































































































َوَعَنْ اِبْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( اِجْتَنِبُوا هَذِهِ اَلْقَاذُورَاتِ اَلَّتِي نَهَى اَللَّهُ تَعَالَى عَنْهَا, فَمَنْ أَلَمَّ بِهَا فَلْيَسْتَتِرْ بِسِتْرِ اَللَّهِ تَعَالَى, وَلِيَتُبْ إِلَى اَللَّهِ تَعَالَى, فَإِنَّهُ مَنْ يَبْدِ لَنَا صَفْحَتَهُ نُقِمْ عَلَيْهِ كِتَابَ اَللَّهِ تَعَالَى ) رَوَاهُ اَلْحَاكِمُ, وَهُوَ فِي اَلْمُوْطَّإِ مِنْ مَرَاسِيلِ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ